PROGRAM ADAPTASI PERUBHAN IKLIM NUSA TENGGARA DI KABUPATEN LOMBOK BARAT LAPORAN HASIL REVIU KAJIAN RISIKO BENCANA DESA MAREJE TIMUR KECAMATAN LEMBAR @ 2018

  • Nov 29, 2021
  • Desa Mareje Timur

PROGRAM ADAPTASI PERUBHAN IKLIM NUSA TENGGARA

DI KABUPATEN LOMBOK BARAT

LAPORAN HASIL REVIEW KAJIAN RESIKO BENCANA

DESA  MAREJE TIMUR   KECAMATAN LEMBAR

@ 2018

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Kerjasama

World Neighbors (WN) Bersama Pemerintah Lombok Barat Dan

Pusat Studi Pembangunan NTB

© 2018

 

 

 

 

 

 

 

BAB I

PENDAHULUAN

  1. LATAR BELAKANG

Fenomena perubahan iklim semakin dirasakan dampaknya oleh masyarakat, terutama masyarakat g petani, nelayan, peternak dan perkebunan. Masing-masing sector pendapatan ini paling rentan mengalami kegagalan akibat bencana akibat perubahan iklim. Dalam data Base BNPB Indonesia mencatat dari 1 Januari s/d 31 Desmber 2017 ada kejadian bencana sebagai berikut:  jumlah jiwa yang meninggal 377 jiwa meninggal dan hilang akibat bencana, 349 Juta Jiwa terdampak dan mengungsi akibat bencana, 47.442 rumah rusak. 1.272 fasilitas penidikan rusak, 113 fasilitas kesehatan rusak, 698 fasilitas ibadah rusak. Kejadian-kejadian bencana tersebut didominasi oleh bencana hidrologi yakni air. Kejadian kejadian bencana hampir mengancam desa- desa di seluruh Indonesia, tidak terlepas juga di Kabupaten Lombok Barat  Propinsi Nusa Tenggara Barat. Kondisi fenomena perubahan iklim sangat dirasakan dampanknya di Lombok Barat seperti; bencana banjir, kekeringan, wabah penyakit, penyakit pada tanaman dan lainnya.

Kabupaten Lombok Barat terdiri dari 122 Desa, dengan 10 Kecamatan dimana sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Lombok Utara, sebelah Selatan dengan Samudra Indonesia, sebelah Timur Kabupaten Lombok Tengah dan sebelah Barat dengan Selat Lombok. Jumlah penduduk di Kabupaten Lombok Barat ada 665.132 Jiwa (Laki-laki 325.513 dan Perempuan 339.919 Jiwa) jumlah KK pada tahun 2016 sebanyak 189.901 KK.

Dengan jumlah desa yang membentang dari selatan sampai utara dengan topografi dataran rendah.  Dataran tinggi dimana di wilayah utara pegunungan berada di kaki Gunung Rinjani, tengah dataran rendah dan panatai, sebelah selatan pegunungan dan dataran rendah, dengan kondisi tofograpi seperti ini Kabupaten Lombok Barat menajadi salah satu desa yang rawan terhadap bencana.

Melihat kondisi yang demikian maka, World Neighbors bersama Pusat Studi Pembangunan Nusa Tenggra Barat, melakukan pemetaan risiko bencana di 25 desa dari 122 desa yang ada di Kabupaten Lombok Barat dengan melakukan pemetaan risiko bencana.

 

  1. TUJUAN

Adapun tujuan untuk kegiatan ini adalah:

  1. Mengatahui sejarah bencana di setiap desa
  2. Mengatahui dampak bencana yang terjadi selama ini di masyarakat
  3. Mengetahui tingkat risiko bencana di setiap desa melalui beberapa aspek yakni;
  • Tingkat ancaman pada setiap bencana
  • Tingkat kerentanan setiap bencana
  • Tingkat kapasitas masyarakat dan sumberdaya alam, manusia dalam menghadapi bencana.
  1. Adanya rencana aksi yang dibuat oleh masyarakat dalam rangka pengurangan risiko bencana
  2. Adanya peta yang di susus secara partisipatif tentang kebencanaan yang terjadi di tingkat desa.
  1. FASILITATOR/PENDAMPING

Kegiatan kajian risiko bencana di desa Mareje Timur, di fasilitasi oleh World Neighbors dan Pusat Studi Pembanguna Nusa Tenggara Barat, bersama Badan Penanggulnagan Bencana Daerah Kabupaten Lombok Barat pada Januari 2018

 

 


BAB II

HASIL KAJIAN

  1. Metodologi dan Proses

Kajian di Desa Mareje Timur menggunakan beberapa teknik dan metode, antara lain Bagan Alur Sejarah Bencana, Bagan Peringkat Bencana, Pemetaan Lokasi Bencana, Penelusuran Wilayah Lokasi Bencana dan Analisis Risiko Bencana. Bagan alur sejarah digunakan untuk mengidentifikasi jenis-jenis bencana yang pernah terjadi di Desa Mareje Timur selama kurun waktu 10 tahun. Sedangkan untuk mengetahui tingkat urgensi dari bencana-bencana yang pernah terjadi yang akan dikaji dibuat bagan peringkat dengan menggunakan parameter frekuensi kejadian, jumlah korban, kecenderungan akan terjadi lagi, luasan dampak, dan nilai kerugian.

Pemetaan wilayah bencana dilakukan untuk memetakan lokasi-lokasi kejadian bencana yang pernah terjadi. Hasil pemetaan ditindaklanjuti dengan penelusuran wilayah (transek) untuk menggali informasi lebih mendalam tentang bencana yang pernah terjadi di lokasi tersebut.

Berdasarkan jenis-jenis bencana yang teridentifikasi, dengan mempertimbangkan waktu yang ada dan jumlah peserta yang terlibat dalam kajian. Diambil 3 jenis bencana untuk diperdalam melalui Analisis Risiko Bencana. Analisis risiko bencana menggunakan 3 faktor, yaitu Ancaman, Kerentanan, dan Kapasitas. Masing-masing faktor dijabarkan ke beberapa aspek. Setiap aspek dianalisis dengan menggunakan beberapa parameter yang dikembangkan bersama masyarakat. Penilaian terhadap parameter-parameter yang disepakati menggunakan sistem skoring dari 1 sampai 3, dimana 1 bermakna kategori rendah, 2 untuk kategori sedang, dan 3 untuk kategori tinggi. Hasil penilaian dari setiap parameter kemudian dicari nilai rata-rata secara bertingkat mulai dari rata-rata pada tingkatan aspek dan akhirnya rata-rata pada tingkat faktor.

Untuk masing-masing jenis bencana, berdasarkan nilai rata-rata yang diperoleh pada masing-masing faktor, dihitung Tingkat Risiko Bencana dengan rumus sebagai berikut:

                                                                        Ancaman  x  Kerentanan

Tingkat Risiko Bencana =    ---------------------------------

                                                                                    Kapasitas

Berdasarkan hasil perhitungan tersebut, Tingkat Risiko Bencana dibagi menjadi 3 kategori sebagai berikut :

Skor                 Tingkat Risiko Bencana

1 s/d < 3                      Rendah

3 s/d < 6                      Sedang

6 s/d 9                         Tinggi

Berdasarkan hasil analisis risiko masing-masing jenis bencana, kemudian dikembangkan gagasan-gagasan yang bisa dibuat di tingkat masyarakat. Gagasan-gagasan tersebut kemudian dikembangkan menjadi rencana aksi di tingkat masyarakat.

Tingkat Risiko Bencana Berdasarkan hasil analisis risiko bencana terhadap 3 jenis bencana tersebut, tingkat risiko bencana tersebut diurutkan sebagai berikut:

Tabel 2. Rekap Hasil Kajian

No

Jenis Bencana

Ancaman

Kerentanan

 Kapasitas

Risiko Bencana

1

Kekeringan

2,2

2,4

1,3

3,9

2

Banjir

2,5

2,1

1,4

3,9

3

Hama & Penyakit Tanaman

2,8

2,4

1,4

4,7

Adapun uraian lengkap hasil kajian bencana di desa Mareje Timur sebagai berikut :

  1. ANALISA BENCANA DESA MAREJE  TIMUR
  1. Kekeringan
  1. Analisis ancaman kekeringan di desa Mereje Timur tergolong sedang dengan skor 2,2 dengan analisis sebagai berikut :
  • Probabilitas : Curah hujan tidak menentu/cuaca ekstrim, yang berpeluang terjadi di masa mendatang. Berkurangnya pepohonan hingga 20% akibat penebangan. Kekosongan lahan akan berpeluang terjadi setiap tahun  akibat tidak mendapatkan air yang cukup untuk bercocok tanam. Lahan tidak bisa tertanami berpengaruh juga ke depan menyebabkan pakan ternak langka. Berkurangnya akses air bersih oleh karena mata air mengering hingga 80% dari 10 dusun. Kebakaran lahan yang seringkali terjadi akibat sistem pengolahan lahan oleh masyarakat berpeluang menyebabkan kekeringan. 
  • Frekuensi : Terjadi hampir setiap tahun  3 - 4 Bulan), kemungkinan akan terjadi lagi karna pergeseran musim
  • Luas Area Dampak : Kurang lebih 100 Ha gagal panen dan gagal tanam. Konflik sosial akibat kekeringan tidak pernah terjadi. Debit air berkurang hingga  80%  mengakibatkan air untuk pertanian dan air bersih  untuk kebutuhan rumah tangga terbatas.  Mata pencaharian juga terpengaruh oleh adanya kekeringan terutama terkait dengan kegiatan yang membutuhkan banyak air seperti pertanian, perkebunan. Suhu udara cenderung meningkat sehingga kesehatan masyarakat terganggu.
  • Kerugian : penurunan produksi pertanian tanaman pangan dari kurang lebih 100 Ha menjadi 50% (50 Ha), (100 Ha normal 300 Ton/Ha = 300 Ton sehingga berkurang 150 Ton)
  • Konversi Kerugian : Dari penurunan produksi tanaman pangan kurang lebih 100 Ha menjadi kurang lebih 50 Ha. 150 Ton x Rp.4.000.000 = Rp.6.000.000.000,-
  1. Analisis kerentanan kekeringan di desa Mereje Timur tergolong sedang dengan skor 2,5 dengan analisa sebagai berikut:
  • Kerentanan Fisik : Struktur tanah di wilayah desa Mareje Timur beragam yakni; ada bercadas, lempung dan tanah liat. Tanah lempung biasanya ada di daerah yang kering miring sehingga rawan terdegradasi oleh erosi dan kemampuan menahan air rendah. Sementara tanah liat biasanya di daerah sawah dengan kemampuan menahan air tinggi namun pada musim kering mudah retak sehingga mengganggu perakaran tanaman. Ada irigasi tapi musim kemarau kering (berupa embung, sumur gali). Tidak ada pengaturan/perdes tingkat desa tentang sistem tata guna lahan yang ada hanya kearipan lokal berupa penyawek (tanda larangan), kecuali di HKM ada aturan tata kelola lahan. Banyak jenis tanaman yang bertahan terhadap kekeringan seperti jambu mente, kelapa, mangga, dll namun belum di budidayakan secara maksimal oleh masyarakat sehingga produksinya belum tinggi
  • Sosial : Kejadian pencurian ternak memang ada beberapa kasus namun boleh dikatakan jarang terjadi. Nilai gotong royong dalam hal mengatasi kekeringan sudah melemah, pembuatan sumur misalnya semua pakai sistem upah. Belum ada Perdes yang mendukung kegiatan kelompok terkait dengan upaya mengatasi masalah kekeringan di Desa Mareje Timur. Tidak ada lembaga yang mengatur air di tingkat masyarakat karena di desa tidak ada daerah irigasi
  • Ekonomi : Ada strategi bangkit untuk mengatasi gagal panen akibat kekeringan antara lain : 1. Melapor ke pemerintah  terkait dengan kasus gagal panen, 2.Di tingkat  KK ada lumbung pangan keluarga (75% dari 1.266 KK) dengan simpanan rata-rata 5 kwintal/KK berupa gabah kering giling. 3.Membuat embung secara swadaya maupun bantuan dari pemerintah kabupaten sehingga saat ini sudah ada 36 embung yang berfungsi baik. 4.Membuat usulan sumur dangkal ke Dinas Pertanian sehingga saat ini sudah ada 21 unit sumur dangkal untuk pertanian di desa Mareje Timur. Belum ada sumber daya ekonomi yang dapat di akses seperti BUMDES dan lembaga keuangan mikro lainnya. Masyarakat desa lebih banyak meminjam uang di rentenir dengan bunga yang tinggi dan sebagain kecil ada yang dapat mengakses pinjaman di BRI,  Ada banyak tanaman umur panjang yang dapat menyumbang pendapatan keluarga sekitar 20 % seperti kelapa, nangka, mente. Peluang untuk memmperoleh bantuan dari para pihak bila terjadi kekeringan cukup besar  antara lain seperti pengalaman sebelumnya ada BPBD, Dinas Sosial, Dinas Pertanian bahkan Kepolisian juga ada droping air minum ke masyarakat.
  • Lingkungan : Konservasi lahan belum banyak dilakukan masyarakat, kalaupun ada hanya di beberapa lokasi ada terasering namun belum memenuhi kaidah konservasi tanah dan air sesuai rekomendasi. Luas lahan tutupan/ber-hutan saat ini sekitar 50% dari total luas Kawasan Hutan Lindung Mareje Bonga yakni;  dengan vegetasi berupa mahoni, kemiri, nangka, trembesi, gamelina, beringin, jeruk dll. Ada 16 Mata air di Desa Mareje Timur kondisinya sebagian ada yang sudah rusak dan baru 1 dimanfatkan program PAMSIMAS dan ada 8 yang dimanfaatkan secara swadaya masyarakat. Hutan di kawasan hutan Mareje Bonga berupa penanaman umur panjang dari jenis kayu dan buah-buahan melalui program HKM

 

  1. Analisis kapasitas masyarakat terhadap bencana kekeringan di desa Mereje Timur tegolong rendah dengan skor 1,3 dengan analisa sebagai berikut:
  • Kapasitas Fisik : Fasilitas yang ada berupa embung kecil ukuran rata-rata 0,04 Ha sebanyak 36 unit yang tersebar di seluruh desa belum mampu mencukupi kebutuhan pengairan sawah. Masyarakat desa Mareje Timur masih kurang mampu memanfaatkan air tanah dari sumur gali oleh karena hingga saat ini terdapat hanya 21 unit sumur dangkal untuk pertanian dan hanya 3 unit mesin pompa air. Masyarakat desa Mareje Timur belum mengenal dan mempraktekkan teknologi penampung air hujan (PAH) baik untuk pertanian maupun air bersih untuk kebutuhan rumah tangga.  Ketersediaan sarana untuk mendatangkan atau mengalirkan air dari luar tidak ada,  kecuali ada beberapa warga yang memiliki mobil pick up sepeda motor untuk mengangkut air untuk kebutuhan pribadi. Sarana untuk memompa air jika di butuhkan, warga dapat menyewa dari luar.
  • Kapasitas Sosial : Masyarakat Desa Mareje Timur sudah tidak ada lagi kegiatan pengadaan sarana irigasi dengan cara gotong royong, misalnya dalam upaya pembuatan sumur gali, biasanya sistem upah atau borongan dengan tukang sumur. Aksi bersama dalam mengatasi dampak kekeringan belum ada, biasanya dilakukan sendiri-sendiri saja. Kemampuan menjalin  kerja-sama dengan  pemerintah untuk  membangun penampungan air selama ini cukup baik yang dapat di lihat dari terbangunnya embung sebanyak 36 unit. Tingkat keswadayaan masyarakat dalam hal melaksankan kegiatan yang terkait dengan antisipasi maupun tanggap darurat kekeringan sudah mulai berkurang
  • Kapasitas Ekonomi : Sumber-sumber pendapatan lain untuk mengatasi kekurangan pangan akibat kekeringan belum ada selain pertanian, kecuali beberapa orang yang berprofesi sebagai pedagang, tukang dan buruh. Peluang untuk mendapatkan bantuan dari luar saat terjadi kekeringan terutama dari BPBD, Dinas Sosial dll. Namun masih sangat terbatas untuk tanggap darurat. Lumbung pangan di tingkat keluarga sudah ada dengan rata-rata simpanan gabah 1-5 Kwintal, sedangkan di tingkat  desa belum ada, baru di inisiasi. Keterampilan mengolah makanan untuk pengembangan usaha di tingkat masyarakat Mareje Timur sudah ada namun biasanya digunakan pada saat pesta merarik (perkawinan), kematian (nelung, mituk, menyiwak) saja, belum banyak yang menggeluti sebagai suatu usaha produktif.  Upaya mencari alternatif pendapatan lain selain pertanian/peternakan sudah ada namun terbatas pada beberapa orang yakni merangkap sebagai tukang kayu/batu serta buruh lainnya
  • Kapasitas Lingkungan : Upaya melakukan konservasi sudah ada di daerah HKm dan lahan masyarakat  penanaman pohon yang kering miring (derah tangkapan air) sejak 10 tahun terakhir, namun belum maksimal sebab masih banyak terlihat perladangan tanaman semusim di lahan miring  tanpa di sertai upaya terasering yang baik sehingga masih rawan erosi. Upaya penanaman pohon/penghutanan kembali sudah dilakukan di wilayah HKm Mareje Bonga, namun di kawasan yang sama masih ada terlihat wilayah yang jarang/sedikit pohon hanya ada tanaman semusim karena dipakai sebagai tempat penanaman tanaman semusim. Tata ruang dan lingkungan yang baik dari segi lingkungan belum ada di tingkat masyarakat sehingga tata kelola lingkungan masih suka-suka.
  1. Upaya yang pernah dilakukan masyarakat

Masyarakat meminta bantuan ke dinas terkait. Mencari pekerjaan alternatif seperti keluar desa. Melakukan penanaman kembali. Pembuatan embung dan sumur dangkal